Penyesalan yang tak Berkesudahan

Diposting oleh Fatim Selasa, 31 Juli 2012

Genap setahun sudah perpisahan ini, tapipenyesalan tak kunjung jua berakhir. Selalu saja teringat kenangan manis saat bersamamu, kenangan manis yang memang tak pantas untuk kulupakan. Andai saja aku menyadari betapa kehadiranmu sangatlah berati dan tak akan ada yang mampu menggantikannya, mungkin tak kan kulakukan kesalahan itu. Kalau sudah begini, tinggal aku sendiri dalam penyesalan tak berujung, hidup terasa hampa dan tak berarti. Sementara mereka yang punya andil dalam keputusan salahku tampak acuh tak acuh dengan keadaanku sekarang.
Kau memutuskan untuk bercerai denganku, karena kau tak sanggup lagi hidup bersamaku yang hanya bisa menuntut dan terlalu cemburu. Aku selalu ingin kau melakukan apapun sesuai kehendakku. Ini semua karena aku pun dituntut keluarga besarku untuk mengatur hidupmu. Di mata mereka kau memang kurang dihargai, hanya karena kau bukan keturunan ningrat, berbeda dengan kami. Dulu mereka memang dengan berat hati menyetujui pernikahan kita. Dan ternyata, setelah kita menikah pun mereka tetap saja mengomporiku untuk menyetir hidupmu. Mereka bilang bahwa jangan sampai kau tidak hormat padaku.
Aku khilaf, kalau kau adalah lelaki yang punya hati, punya perasaan. Kesabaranmu atas keadaan ini akhirnya diakhiri dengan menggugat cerai aku. Kau memberikanku kesempatan tuk mendapatkan lelaki terbaik sesuai dengan keinginanku dan keluarga besarku. Tekadmu telah sangat bulat untuk menceraikanku. Keluargaku menyambut gembira, sementara aku bagai tersambar petir di siang bolong. Aku sama sekali tak menduga kau berani melakukan hal ini. Padahal sesungguhnya aku masih cinta dan akan selalu cinta.
Selang beberapa bulan setelah perceraian itu aku menikah dengan lelaki bangsawan seorang anak anggota Dewan. Tapi pernikahanku hanya bertahan sebulan. Benar katamu dulu bahwa tak akan ada lelaki lain yang lebih mencintaiku selain kamu. Aku bagai pesakitan di dalam rumah megah dengan fasilitas mewah melimpah. Aku seringkali dicaci-maki, dikasari, tidak diperlakukan selayaknya istri. Aku berpikir, mungkin ini balasan atas dosa-dosaku terhadapmu.
Aku ingin sekali kembali padamu, tapi sayang kau kini telah menikah lagi. Aku sangat mengenal gadis yang kau nikahi itu. Dia adalah teman sekampusku dulu yang kini sukses menjadi wanita pengusaha tapi selalu tampil bersahaja. perempuan yang jauh lebih baik dari aku segala-galanya. Benar jika Allah memang adil, kau adalah lelaki baik maka kau pun mendapatkan perempuan baik, sedang aku hanya bisa semakin terpuruk dalam penyesalan. Andai bisa, aku mau meski dijadikan yang kedua asal kembali bisa hidup harmonis bersamamu.

Posting Komentar