Perempuan Bergaun Putih

Diposting oleh Fatim Kamis, 08 Juli 2010


Di tengah-tengah maraknya cerpen berbau metropolis dan percintaan ala kaum remaja, Sawali Tuhusetya menghadirkan sebuah kumpulan cerpen yang mengangkat sisi lain dari wong cilik yang tersisihkan dan terabaikan oleh perkembangan zaman. Kumpulan cerpen yang diberi judul Perempuan Bergaun Putih ini merupakan kumpulan cerpen karya Sawali Tuhusetya yang juga dia terbitkan di blog pribadinya.



Di dalam cerpennya, Sawali memberikan kombinasi yang unik antara realita kehidupan masa kini, kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat, kepahlawanan, percintaan, serta nuansa Jawa yang sangat terasa. Misalnya saja dalam cerpen “Topeng”, dikisahkan tentang sebuah topeng tembem yang dulunya dipakai ayah Barman dalam pementasan reog. Setelah ayahnya meninggal, Barman menaruh topeng tersebut di dinding. Barman sering merasakan adanya sebuah kekuatan tersembunyi dalam topeng tersebut. Lalu suatu saat, topeng tersebut lepas dari dinding dan langsung menyatu dengan wajah Barman.


Akhir cerita dari tiap cerpennya pun terkadang tidak terduga, seperti dalam cerpen “Marto Klawung”. Dalam cerpen itu diceritakan seorang jagoan yang bernama Marto Klawung. Tidak ada yang berhasil menundukkan Marto Klawung selain Kyai Sodikin. Dan setelah Kyai Sodikin meninggal dunia, tidak ada lagi yang mampu mengendalikannya. Namun, suatu hari istri Marto Klawung meminta tolong kepada tokoh “aku”. Marto Klawung berhasil dibekuk setelah “aku” menyiramkan cairan cabai ke mata Marto Klawung dan dia langsung di -belok. Namun, Marto Klawung berhasil bebas dan langsung menuju rumah “aku”. Tokoh “aku” kaget dengan kelakuan Marto Klawung yang mencium kakinya. Dan belum hilang kekagetannya, Marto Klawung tiba-tiba menyabetkan parangnya ke kaki kiri “aku”.

Sedangkan cerpen “Perempuan Bergaun Putih”, yang juga menjadi judul kumpulan cerpen ini, mengisahkan tentang sosok perempuan bergaun putih yang muncul secara tiba-tiba setiap malam dan mendendangkan senandung pemujaan rembulan. Konon, mereka sosok tersebut muncul setelah peristiwa meninggalnya gadis berkepang dua dan diusirnya keluarga Kang Badrun dari desa yang terletak di samping lembah kematian itu.

Kumpulan cerpen Sawali Tuhusetya ini seolah mewakili sedikit dari sekian banyak kebudayaan Jawa lengkap dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat, norma adat, hingga nuansa supernatural yang kental dalam budaya Jawa. Tema yang diangkat pun cukup menarik dan sanggup mengobati kerinduan kita akan cerpen berbau eksotis. Gaya bahasa yang lugas dan detail lokasi yang terperinci membuat kita tidak sekedar membaca, tapi seolah ikut menjadi bagian di dalam cerita tersebut. Selain itu, kumpulan cerpen ini bisa menjadi referensi yang bagus sebagai bahan ajar di sekolah-sekolah.

Posting Komentar